Sejarah Reog Singo Mudho Tarunojoyo

Desa Jatidukuh, yang terletak di Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, memiliki warisan budaya yang kaya dan beragam. Salah satu tradisi budaya yang terus dipertahankan di desa ini adalah seni pertunjukan Reog. Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai kapan tradisi Reog ini dimulai di Jatidukuh, pertunjukan ini telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat desa selama bertahun-tahun.
 


Setiap Jumat sore, balai desa yang terletak dekat dengan masjid menjadi pusat kegiatan budaya yang dinantikan oleh warga. Di sinilah kelompok reog desa berkumpul untuk berlatih. Latihan ini tidak hanya sekadar persiapan untuk pertunjukan, tetapi juga sebagai sarana untuk mempererat hubungan sosial dan menjaga semangat kebersamaan di antara warga.

Latihan Reog ini diorganisir oleh para pemuda karang taruna desa, yang dengan semangat dan dedikasi tinggi memastikan tradisi ini tetap hidup dan berkembang. Mereka mengurus segala kebutuhan, mulai dari perencanaan latihan hingga persiapan kostum dan peralatan. Para anggota kelompok reog, yang terdiri dari berbagai usia, dengan antusiasme tinggi melatih gerakan-gerakan tarian yang enerjik dan penuh makna.

Seni Reog sendiri merupakan perpaduan antara tarian, musik, dan akrobatik yang menggambarkan cerita-cerita rakyat dan legenda setempat. Kostum dan topeng yang digunakan dalam pertunjukan Reog sangat khas dan penuh warna, mencerminkan kekayaan budaya dan kreativitas masyarakat desa. Musik yang mengiringi tarian, dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti gamelan dan kendang, menambah kesan magis dan menghidupkan suasana.

Meskipun tantangan zaman modern terus berkembang, masyarakat Desa Jatidukuh tetap berkomitmen untuk melestarikan seni Reog. Bagi mereka, Reog bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga identitas budaya yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Dengan adanya latihan rutin setiap Jumat sore, Desa Jatidukuh tidak hanya memastikan bahwa seni Reog tetap terjaga, tetapi juga memberikan kesempatan bagi anak-anak dan pemuda untuk mengenal dan mencintai warisan budaya mereka. Balai desa yang dekat dengan masjid menjadi saksi bisu dari semangat dan dedikasi warga dalam menjaga tradisi ini tetap hidup.

Posting Komentar